Kilas Balik
Sejarah Jemaat GPIB "Bethania" Makassar
Di akhir abad XIX sebelum berdirinya GPIB pada tanggal 31 Oktober 1948, terdapat 52 kepala keluarga umat Kristen dari Indiche Kerk yang berasal dari suku Minahasa, Sangir, Timor dan Maluku. Mereka berdomisili dari ujung selatan kampung Maricaya sampai di kampung Ga’dong (sekarang sekitar Bambooden)
Setelah berakhirnya PD II, datanglah perjuangan kemerdekaan oleh orang-orang pribumi, namun penganiayaan terhadap orang-orang Kristen dari “saudara sendiri” (terkenal dengan peristiwa Merah Putih - diawali pada 15 Oktober 1945) mengakibatkan mereka mengungsi secara besar-besaran dan akhirnya terdampar di Benteng Fort Rotterdam (sekarang Benteng Ujung Pandang) pada tanggal 6 Desember 1945. Umat Kristen ini dilayani dan dibina oleh beberapa orang pendeta pribumi secara bergantian (Pdt. Souhoka, Pdt. S.Undap, Pdt. Mathindas, Pdt. Rumambi, Pdt. Metiari dan Pdt. Paais)
Pusat ibadah dan pembinaan serta pendidikan, semua dilaksanakan di gedung Gereja yang berada di dalam benteng Fort Rotterdam. Karena pada saat itu gedung Gereja Immanuel (Groote Kerk) belum dapat digunakan sebagai tempat ibadah, karena gedung Gereja tersebut masih merupakan tempat penyimpanan abu tentara Jepang yang tewas.
Perjalanan kehidupan umat Kristen yang diliputi berbagai tantangan dan ancaman, namun tidak memadamkan semangat untuk terus bersaksi. Dari persekutuan yang ada tercetuslah pola pikir dan pola tindak yang baru dari tokoh-tokoh masyarakat Kristen antara lain: Bpk. J.A.Sasabone (seorang wartawan) bersama kaum muda Kristen untuk membentuk perkumpulan pemuda gereja yang bernama “SURSUM CORDA” dan membentuk persekutuan kaum ibu gereja dengan nama “MARTHA MARIA”.
Tiga tahun kemudian (1948) para pengungsi yang berada di Benteng Fort Rotterdam oleh Pemerintah Belanda diberikan pemukiman baru di kampung Maricaya, begitu pula pusat ibadah dan pendidikan dipindahkan ke Maricaya dan salah satu biliknya dijadikan wijklocal (sekarang Yapendik GPIB - SD, SMP, SMU Kristen Makassar). Di pemukiman baru inilah muncul gagasan untuk membangun rumah sembahyang yang dipelopori oleh Pdt. Souhoka dan ditunjang oleh perkumpulan Sursum Corda dan Martha Maria. Terbentuklah pada tahun 1953 Panitia Pembangunan Rumah Sembahyang namanya dapat dibaca pada prasasti yang tertempel di gedung gereja Bethania.
Panitia memilih lokasi untuk membangun rumah sembahyang dan ada tiga lokasi yaitu
1. Halaman gudang Militaire Transport Dienst (MTD) - sekarang adalah bagian dari toserba Matahari – adalah tidak mungkin, karena suasananya terganggu
2. Lapangan antara Jl. Manokwari dan Jl. Ina Saudari, di depan rumah C.M.Paais, tetapi terlalu kecil dan camat hendak membangun kantornya di atasnya
3. Lokasi yang sekarang Gereja Bethania berdiri - Jl. Sungai Nuri No. 1 (Kompleks Jl. Gunung Nona) Makassar
Yang dipilih adalah lokasi yang ketiga untuk pembangunan rumah sembahyang.
Semangat ibu-ibu Martha Maria dalam mengupayakan dana serta hasil penggadaian dari alat-alat rumah tangga Ibu Sapulete sebagai modal awal untuk pembangunan. Selanjutnya pada tanggal 1 Juli 1953, Panitia mulai bergerak mengadakan usaha dana melalui kegiatan Fancy Fair (Pasar Derma) dan akhirnya melalui semangat kebersamaan, pembangunan rumah sembahyang (semi permanent) yang dibangun oleh PT. Borobudur sebagai pelaksana pembangunan dengan biaya keseluruhan Rp.17.500, dalam kurun waktu 6 bulan selesai. Pada bulan Desember 1953 rumah sembahyang tersebut diberi nama Rumah Sembahyang Ambon Camp/Gereja Protestan Ambon Kamp, yang kemudian ditahbiskan oleh Pdt. J.Sapulete.
Dengan dibangun dan ditahbiskan rumah sembahyang Ambon Kamp/Gereja Protestan Ambon Kamp, maka kegiatan ibadah yang semula menggunakan wijklocal dialihkan ke rumah sembahyang Ambon Kamp, namun ibadah di wijklocal tetap berjalan.
Semangat membangun tetap menjadi tekad jemaat. Pada tahun 1957 upaya Panitia untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah, maka Gubernur Bpk. Andi Pangerang Pettarani memberi bantuan sebesar Rp.15.000,-. Dana tersebut digunakan untuk merenovasi rumah sembahyang dari semi permanent menjadi permanent dan diperluas sehingga menampung dari 200 orang menjadi 300 orang.
Lama kemudian, tepatnya tanggal 22 Juni 1962, kembali Panitia merencanakan untuk merenovasi rumah sembahyang. Semangat kaum ibu Martha Maria tidak pernah surut. Dalam perannya melalui usaha dana diperoleh dana sebesar Rp.69.524,50.
Renovasi pembangunan rumah sembahyang berjalan terus dengan biaya keseluruhan Rp.175.000,- dan selesai pada awal tahun 1963. Dalam tahun yang sama (1963) Panitia Pembangunan Rumah Sembahyang berubah menjadi permanent dalam bentuk yayasan dengan akte notaris No. 38 tanggal 21 September 1963, dimana Bpk. J.A.Sasabone menjadi ketua. Dan melalui beliau nama gereja Bethania mulai disosialisasikan di jemaat selama 1 tahun.
Pada tahun 1964 nama rumah sembahyang Ambon Kamp/Gereja Protestan Ambon Kamp berubah menjadi Gereja Bethania. Di tahun 1966 – 1968 rencana dan pelaksanaan renovasi yang ketiga untuk perbaikan dan perluasan gedung gereja Bethania di mana peletakan batu pertama dilaksanakan oleh Bpk. J.A.Sasabone DR.HC pada tanggal 7 April 1967. Kemudian diresmikan sebagai rumah ibadah pada tanggal 8 September 1968.
Selanjutnya di hadapan notaris Sitske Limowa, SH dengan akta hibah tertanggal 25 Desember 1972 No. 177/72 atas nama Yayasan Rumah Sembahyang Ambon Kamp/Gereja Protestan Ambon Kamp, Bpk. J.A.Sasabone (Penasehat Yayasan) dan Bpk.B.E.Tuwanakotta (Wakil Ketua Yayasan) menyerahkan gedung gereja Bethania dengan segala inventarisnya kepada Majelis Sinode GPIB yang diwakili oleh Ketua II Bpk. Dick H.Kasenda.
Dalam pasal 3 dan 4 Akte Hibah tersebut menyatakan bahwa gedung gereja Bethania termasuk segala inventarisnya dipakai untuk kebaktian-kebaktian gerejawi oleh Jemaat GPIB yang berdomisili di wilayah tengah timur Kota Ujung Pandang, kemudian tepatnya pada tanggal 1 Januari 1973 di tengah-tengah ibadah di Gereja Immanuel dilaksanakan penyerahan secara simbolik kepada GPIB. Dengan demikian secara yuridis gedung gereja Bethania Ujung Pandang sah menjadi aset Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat.
Pada tanggal 12 Januari 1973 diadakan rapat pembubaran Yayasan, kemudian pada tanggal 21 Januari 1973 secara resmi Yayasan dibubarkan dalam suatu ibadah di Gereja Bethania yang dipimpin oleh Pdt. D.M.Souisa.
Memperhatikan efektivitas dan efisiensi wilayah di jajaran Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) khususnya di Ujung Pandang, maka pada bulan Juli 1972 diadakan otonomisasi jemaat. Otonomisasi dapat diberlakukan dalam Jemaat dengan mempertimbangkan kemandirian di bidang teologi, daya dan dana. Karena itu untuk jemaat GPIB di Ujung Pandang yang pada waktu itu jemaat induknya adalah Jemaat Immanuel dibagi menjadi 4 Jemaat:
1. Jemaat GPIB “Immanuel” Ujung Pandang
2. Jemaat GPIB "Bethania" Ujung Pandang
3. Jemaat GPIB "Mangngamaseang" Ujung Pandang
4. Jemaat GPIB "Bukit Zaitun" Ujung Pandang
(Sampai pada akhir tahun 2008 ini, di Makassar telah menjadi 7 Jemaat, yaitu selain 4 Jemaat diatas, terdapat pula Jemaat GPIB “Bahtera Kasih”, Jemaat GPIB “Passareang” dan Jemaat GPIB “Kanatojeng” pada daerah kota Sungguminasa, Kabupaten Dati II Gowa.)
Sebagai pendeta pertama di Jemaat GPIB "Bethania" (setelah otonomisasi) adalah Pdt. C.Ch.Hursepuni. Hingga kini (sampai tahun 2010) sudah 9 (sembilan) pendeta yang melayani di Jemaat GPIB "Bethania", yaitu:
1. Alm.Pdt. C.Ch.Hursepuni (th. 1973 s/d 1979)
2. Pdt. J.Pamungkas, S.Th (th. 1980 s/d 1985)
3. Alm.Pdt. M.K.Tumakaka, S.Th (alm.) (th. 1986 s/d 1991)
4. Pdt. Y.E.F.Talise, S.Th (1991 s/d 1996)
5. Alm.Pdt. B.E.Linggar 1996: 1 bulan) - wafat dalam tugas
6. Pdt. J.M.Tambunan, S.Th (1997 s/d 2000)
7. Pdt. Ny.S.L.Pieritsz - Parinussa, S.Th (th. 2000 s/d 2006)
8. Pdt. Timotius Susilo, S.Ag, M.Min. (th.2006 s/d Agustus 2009)
9. Pdt.Yohanis Wadu, S.Th (th.2009 s/d sekarang)
Di tahun 2001, maka atas anugerah Tuhan kita Yesus Kristus, gedung gereja ini kembali di renovasi untuk ke-4 kalinya. Untuk renovasi yang ke-4 ini dibangun baru atas persembahan dari generasi penerus almarhum Bpk. J.A.Sasabone.
Renovasi ini dimulai pada tanggal 9 Juli 2001, yang diawali dengan ibadah subuh (pukul 05.00 Wita) dipimpin oleh pendeta jemaat Pdt. Ny.S.L.Pieritsz, STh, dengan pemberitaan firman terambil dari kitab Ezra 1:1-11. Sesudah ibadah, dilanjutkan dengan pemukulan dinding gedung gereja sebagai tanda dimulainya renovasi gedung gereja GPIB "Bethania" Makassar oleh Bpk. B.E.Tuwanakotta, sesepuh Jemaat GPIB Bethania Makassar.
Atas campur tangan Tuhan Yesus Kristus Kepala Gereja, maka gedung gereja ini dapat dirampungkan sesuai dengan rencana pada tanggal 9 Desember 2001. Dan pada tanggal 23 Desember 2001, Gedung Gereja GPIB Jemaat "Bethania" Makassar diresmikan kembali pemakaiannya setelah renovasi, dengan Kapasitas 450 Orang dan berlantai 2 (balkon pada bagian depan gereja).
Jemaat GPIB Bethania Makassar ini meliputi Bahagian Tengah Kota Makassar yang mencakup 6 (enam) Sektor Pelayanan dengan jemaat 361 KK yang berjumlah 1260 orang. Dalam pelayanannya Pendeta Jemaat/Ketua PHMJ (Pengurus Harian Majelis Jemaat) didukung oleh 3 (tiga) orang pendeta Pelayanan Umum non GPIB yang tinggal di wilayah GPIB Bethania Makassar serta 57 (limapuluhtujuh) Majelis Jemaat yang terdiri dari; 29 (duapuluhsembilan) orang Penatua dan 28 (duapuluhdelapan) orang Diaken beserta ke-5 BPK (Badan Pelayanan Kategorial), yang meliputi PA (Pelayanan Anak), PT (Persekutuan Teruna), GP (Gerakan Pemuda), PW (Persatuan Wanita), dan PKB (Persekutuan Kaum Bapak), serta Komisi-komisi & BPPJ.
Disusun oleh Alm.Bernardus Elia Tuwanakotta
Wakil Ketua ex Yayasan Rumah Sembahyang Ambon Kamp/Gereja Protestan Ambon Kamp.
Di Revisi oleh PHMJ: Maret 2010
-o0o-